031. Berita Koran

Seperti yang dikatakan Dewa. Setiap agenda atau rencana kenyataan yang terjadi tak selalu  sejalan dengan yang diagendakan.
    Seperti siang itu sepulang sekolah.
    Lorna tak mengerti ketika Mami menariknya ke ruang tengah. Lalu mengajukan pertanyaan yang membuatnya sulit menjawab.
    “Ada apa dengan Dewa, Honey?”
    “Maksud Mommy?”
    Walau Mami berusaha tersenyum. Lorna tak bisa dibohongi karena nada bicara Mami mengindikasikan ada hal yang tak beres, terlebih yang ditanyakan perihal Dewa.
    “Ada apa dengannya? Mami ingin tahu apa yang telah terjadi. Coba jelaskan dan beritahu Mami!”
    “Mommy!” Lorna masih bingung.
    “Tidak mungkin Honey tidak tahu. Terjadi masalah apa dengan Dewa di sekolah?”
    “Oh, Mommy?”
    Mami lalu meletakan sebuah suratkabar ke atas meja, kemudian menunjuk sebuah judul berita tentang perkelahian yang berujung korbannya masuk rumah sakit dan pelakunya sudah ditahan.
    Jantung Lorna berdebar, mencoba membaca berita itu yang menyangkut perkelahian antara Dewa dengan Timmy. Tetapi Lorna tak melanjutkan karena sudah tahu masalahnya, hanya dia mencari tahu koran itu bertanggal berapa, karena saat ini Dewa tak lagi ditahan.
    “Kenapa menyembunyikan hal itu dari Mami?”
    “I am sorry, Mom!” jawab Lorna pendek lalu bangkit meninggalkan Maminya.
    “Honey!”
    Lorna tak menjawab. Perasaannya mulai berkecamuk. Tak tahu harus bersikap bagaimana terhadap Maminya. Dadanya terasa sesak. Hatinya terasa sakit. Bola matanya mulai berkaca-kaca. Apa yang dituduhkan Maminya membuatnya tak kuasa menahan tangis. Yang kemudian meledak saat berada dalam kamarnya.
    Mami menyusul ke kamar.
    Dilihatnya puterinya tengah telungkup di atas tempat tidur dan menangis.
    Mami menghampiri dan duduk di tepi tempat tidur.
    “Mami tak menduga Dewa bisa membuat seseorang menjadi celaka.” kata Maminya datar.
    Lorna yang tidak menerima ucapan Mami yang membuatnya sakit hati, lantas bangun, memandang Mami dengan berurai airmata,
    “Semua itu tak seperti yang sudah Mommy baca.”
    “Jadi berita koran itu tidak benar?”
    “Itu koran tanggal berapa, Mommy? Lalu kapan kita bersama Dewa pergi ke Selekta?”
    Mami diam berpikir. Koran itu memberitakan Dewa ditahan, padahal seminggu lalu Dewa bersamanya dengan puterinya pergi ke Selekta, artinya Dewa tidak berada dalam tahanan. Karena koran dia tinggalkan di atas meja ruang tengah di lantai bawah sehingga tak bisa mengetahui tanggal berapa koran itu terbit.
    “Dari mana Mommy dapat koran itu?”
    “Pak Yo mengambil dari kotak surat di depan. Jadi berita di koran itu tidak benar?”
    Lorna tidak menjawab.
    “Kenapa Honey tak menceritakan pada Mami.”
    “Apa yang dilakukan Dewa sebenarnya buntut dari apa yang telah Dewa lakukan pada Lorna.”
    Wajah Mami berubah cemas.
    “Ada apa, Honey? Apa yang Dewa lakukan padamu?”
    “Tak seperti pikiran Mommy.”
    “Coba ceritakan.”
    Namun Lorna sulit memulai. Tenggorokannya masih terganggu oleh isaknya yang sulit dia redakan. Hatinya diliputi berbagai perasaan galau. Karena itu Mami keluar kamar mengambil segelas air minum untuk membantu meredakan tangisnya.
    Setelah itu dengan suara terputus-putus Lorna mulai menceritakan sekilas duduk persoalan agar Mami mengerti.
    Mami memeluknya lembut begitu penjelasan selesai diberikan puterinya. Lalu mengingsut airmatanya yang deras mengalir di pipinya.
    “Kalau begitu ceritanya, kita harus membantunya.”
    Ucapan Mami terasa menghibur.
    “Tapi dia tidak ingin melibatkan Lorna, Mom. Itu yang membuat Lorna sedih. Dia selalu berusaha melindungi.”
    “Ya ya ya!”
    “Dia selalu memberi perhatian dan membantu bila Lorna menghadapi kesulitan di sekolah.”
    Mami memeluk erat terharu.
    “Maafkan Mami bila tadi mencemaskanmu.”
    Lorna membalas memeluknya.
    “Lorna sedih dan sakit hati bila ada yang menyalahkan Dewa, karena Lorna tahu persis situasinya. Lorna tahu sekali Dewa. Semua ini karena ada yang tidak menyukai dia dekat dengan Lorna, Mom. Padahal di sekolah kita jarang bersama. Dewa sulit Lorna temui, tapi selalu ada bila Lorna butuh. Lorna pikir, ban mobil Lorna digembosi, ada yang bermaksud menggagalkan Lorna pergi ke rumah Dewa sepulang sekolah. Mami sendiri sudah tahu alasan Lorna membawa mobil sendiri.”
    “Ya ya Mami paham, sayang.”
    “Mommy jangan apriori dulu.”
    “Ah tidak!, I am sorry, Honey. Maafkanlah Mami. Mami hanya mengkhawatirkanmu. Mami tak ingin terjadi sesuatu denganmu. Kamu buah hati Mami satu-satunya. Paham?”
    Lorna mengangguk, membiarkan pipinya dikecupi.
    “Mami mencintaimu, sayang!”
    “O know, Mommy!”
    “Mami percaya padamu, Honey. Tapi kamu harus makan, ini sudah waktunya. Kita bisa membicarakan sambil makan.”
    “Kasihan dia, Mom!”
    Mami memegang kedua pipinya, lalu memadukan dahi ke dahi puterinya beberapa saat. Memandang penuh cinta.
     “Sekali-kali ajak Dewa makan di sini.”
    Lorna tersenyum.
    “Tak semudah itu bila tak cukup alasan.”
    “Kamu kan perlu teman.”
    “Ah, Mommy. Lorna tak sembarang cari teman.”
    “Mami tahu. Apakah tak cukup alasan bila Dewa yang sudah kamu anggap sebagai teman baikmu?”
    “Ya, tapi Lorna tak ingin menyita waktu di tengah kesibukannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.”
    “Begitukah?”
    “Dia hanya tinggal dengan Ibunya yang sudah berusia lanjut, yang menjunjung nilai budaya Jawa.Menekankan nilai kesopanan dan menghormati.”
    Mami senang mendengar penuturan puterinya. Tak salah bila puterinya telah mengambil sisi yang benar.
    “Apalagi dia juga seorang seniman, Lorna yakin dia akan menjadi seniman hebat nanti.”
    “Ya, Mami percaya itu. Dia juga akan membuatkanmu kolam yang kamu inginkan.”
    Ucapan Maminya ditanggapinya dengan senyum, lalu bertanya.
    “Bagaimana cara kita membantunya, Mom?”
    “Nanti kita pikirkan. Kamu yang lebih memahaminya.” Mami memeluknya agar puterinya tak kawatir sebab dirinya berada di pihaknya.
    “Thank you, Mom.”