Yang menjadi pertanyaannya. Siapa yang sengaja mengirimkan koran yang memuat berita tentang Dewa hingga ke tangan Maminya? Sudah tentu ada maksud dan tujuan mengacaukan pikiran orngtuanya, hingga menimbulkan penilaian negatif terhadap Dewa.
Sejak masalah Dewa merebak di sekolah. Membuat Lorna lebih berhati-hati bersikap. Semakin menjaga jarak dengan Ronal yang tak kenal lelah berupaya mendekatinya. Meskipun bermaksud minta maaf soal keributan dengan Dewa di depannya. Tapi yang pasti bagi Lorna, Ronal sengaja melakukan provokasi Dewa tanpa sebab yang jelas, bila perselisihannya dengan Dewa ketika itu, dia jadikan alasan membelanya, sampai kapan pun hal itu tak bisa menerima karena Ronal telah mencampuri urusan pribadinya.
emikian pula Grace dan Rahma saling bertanya sikap Lorna yang kini menutup diri. Enggan membicarakan masalah Dewa. Yang jelas Lorna sedang dalam suasana prihatin sebab Dewa harus rutin mel ke kantor polisi sebagai syarat tidak ditahan sampai masalahnya disidangkan. Atau diliputi kecemasan bila Dewa harus dipenjara karena dia memikirkan keadaan Ibunya nanti, dan siapa yang akan mengurus segala sesuatu di rumahnya
Lorna beberapa hari tak bertemu Dewa. Sedangkan Timmy sudah mulai masuk sekolah. Hanya Lorna enggan menghampiri untuk sekedar berbasa-basi seperti yang dilakukan teman-teman sekelasnya yang lain, karena yang tak bisa dilupakan adalah bahwa Timmy penyebab kekacauan ini.
Lorna lebih mencemaskan keberadaan Dewa. Sudah tiga kali dirinya menyempatkan diri untuk menemuinya di rumahnya, tapi tak pernah berhasil. Ibunya mengatakan kangmas nya ada urusan di luar, pulangnya bisa malam. Kerena itu dirinya hanya menemani Ibunya yang sibuk membatik. keberadaan di tempat itu tak pernah lama.
Hingga genap seminggu tak bertemu Dewa menimbulkan perasaan gelisahnya. Lalu dicobanya mengirim sinyal dengan membuat puisi untuk majalah dinding. Naskah dia masukkan ke dalam kotak naskah yang disediakan di perpustakaan, dan berharap sinyal itu akan sampai kepadanya. Dewa tak akan meninggalkan tanggungjawab sebagai pengurus majalah sekolah atau pun majalah dinding. Tetapi Lorna menghadapi kecewaan saat mendapat informasi dari petugas perpustakaan bahwa Dewa telah mengundurkan diri dari kepengurusan majalah.
Lorna bertanya-tanya, apa alasannya me ngundurkan diri? Apakah lantaran disibukkan urusan pribadi, atau lantaran lebih memusatkan diri menghadapi persoalan hukumnya? Hal itu semakin membangkitkan keinginan bertemu. Hanya Dewa yang bisa menjawabnya.
Lorna harus berusaha sendiri untuk bisa bertemu, dia lebih suka bila berlangsung di luar sekolah, karena tak ingin menimbulkan prasangka dirinya menjalin hubungan khusus dengan Dewa, tak ingin dituduh teman-temannya mengingkari ucapannya ketika berbicara di hadapan temannya saat makan bakso di stasiun, di mana saat itu mengatakan tak akan menjadi ancaman dalam berebut lelaki termasuk Dewa. Ingat akan hal itu menurutnya terasa aneh, sebab apa hak mereka melarangnya menyukai seseorang bila orang tersebut juga menyukai dirinya.
Yang Lorna sayangkan, Dewa tak punya ponsel atau telepon rumah, hingga sulit dihubungi. Hal pertama yang harus dilakukan untuk dapat bertemu, dengan mendatangi perpustakaan, karena Dewa setia meminjam buku. Lorna sengaja menghindari mendatangi kelasnya sebab tak ingin menimbulkan kecurigaan terhadap hubungannya dengan Dewa.
Di tengah keputusasaan mencari. Timbul hal menyakitkan saat berhasil mengetahui keberadaanya di depan kantor tata usaha. Niatnya untuk menghampiri diurungkan lantaran Dewa tengah berbicara serius dengan gadis selalu bersikap bermusuhan terhadap dirinya, Ratih.
Apa yang mereka berdua perbincangkan nampak begitu serius, apalagi tangan Ratih yang tak pernah diam saat berbicara, tangannya kerap memegang bagian-bagian tubuh Dewa, terkadang mengangkat dagu saat Dewa menunduk enggan menatapnya. Hatinya Lorna terasa panas melihat itu. Betapa Dewa nampak membiarkan dirinya lemah di hadapan perempuan yang begitu membenci dirinya. Apakah kebencian Ratih terhadap dirinya lantaran sering berd8ua dengan Dewa? Yang jelas hati Lorna terasa sakit bila nampak baik dengan perempuan yang tidak berlaku baik padanya.
Secara tak sengaja pandangan keduanya bersirobok. Dewa tiba-tiba tanpa sengaja berpaling dan melihat ke arahnya yang sedang berdiri seorang diri memandangnya.
Namun Lorna kehilangan hasrat menemui lantaran tidak ingin timbul percecokkan bila datang menghampiri. Wajah Dewa pun nampak terkesima saat Lorna kemudian berpaling dan berlalu dari pandangannya.
Lorna tak menyadari kalau Dewa datang mengejarnya.
“Kamu mencariku?” tanya Dewa setelah berhasil mengejarnya.
Wajah Lorna nampak sayu. Dewa mengartikan gadis itu nampak tak senang bila dirinya berbicara dengan gadis yang menjadi kakak kelas, yang dulu selalu bersikap jahat saat masa orientasi.
“Ya, tapi Lorna tak mau mengganggu.’
“Kalau begitu kita ke perpustakaan. Lebih bebas bicara di sana.”
“Lorna habis dari sana.”
“Apa salahnya kalau kembali ke sana.”
“Waktu istirahat mau habis, tak cukup waktu.”
“Lorna mau membicarakan apa?”
Lorna memandang serius lalu bertanya.
“Dewa sengaja menghindari Lorna?”
Dewa terperanjat.
“Ah, tak itu benar, Na!”
“Berapa lama kita tak bertemu?”
Dewa tak mnjawab.
“Dewa tahu sudah beberapa kali Lorna ke rumah?”
Dewa mengangguk.
“Ibu sudah memberitahuku.”
“Itu saja?”
Dewa diam.
“Maksudmu?”
“Dewa pikir Lorna datang ke rumah hanya bermaksud menemui Ibu? Tidakkah Ibu memberitahu kalau Lorna menanyakanmu?”
“Ya, Ibu mengatakan itu.”
“Itu artinya Lorna mencarimu, Dewa.”
Dewa menarih nafas.
“Sori, aku lagi repot.”
“Lorna tahu, Dewa. Lebih dari seminggu tak melihatmu membuat hati Lorna cemas.” kata Lorna.
“Maafkanlah kalau aku telah mengabaikanmu.”
Lorna mengangguk.
“Ya, Lorna merasakan itu. Seharusnya Dewa tahu betapa sulit menemuimu. Sebaiknya Lorna kembali ke kelas sekarang. Coba Dewa Lihat, banyak yang sedang melihat ke arah kita.”
“Itulah kenapa tadi aku bilang kita bicara di perpustakaan. Begini saja. Kutunggu sepulang sekolah...”
“Di mana?”
“Di pintu gerbang?”
“Di depan?” tanya Lorna heran. Karena hal itu akan mengundang perhatian yang seharusnya mereka hindari.
“Kutunggu di Senaputra. Lebih baik kita bertemu di sana. Kamu ke sana pakai becaknya pak Sumadi. Nanti aku yang bilang kepadanya.”
“Senaputra?” Lorna heran. Tempat itu jauhnya sekitar satu kilometer. Kenapa harus naik becak sedangkan Lorna bisa ke tempat itu dengan mobilnya. Tapi dia tak ingin membantah.
“Keberatan? Atau ada ide?” tanya Dewa memastikan.
Lorna menggeleng.
“Atau, kita berangkat ke sana bareng?”
Lorna menggeleng lebih tegas.
“Di sana leluasa bicara.” Dewa berusaha meyakinkan.
Lorna mengangguk percaya pada maksud Dewa. Setelah itu Dewa lekas berlalu. Lorna melihat Ratih memperhatikan dari kejauhan. Tapi Lorna tak peduli. Sakit hatinya sedikit terobati karena berbicara seperti itu dengan Dewa tentu akan membuatnya berang.