037. Kesedihan Yang Dalam

Mami membelai wajah puternya yang meterlihat galau.
“Memang dilema. Tapi itu harus dilakukan agar ada pembelaan pada Dewa dan memberikan keadilan terhadap apa yang kamu dan Dewa alami, disamping bisa memberikan efek jera terhadap siapapun yang berniat apalagi sudah melakukan sesuatu yang merugikan orang lain. Itu yang pengacara jadikan dasar untuk membuat laporan, asalkan didukung cukup kuat bukti dan saksi-saksi,” kata Mami.
    “Jadi apa yang harus kita lakukan, Mommy?”
    “Kita buat laporan dan mengumpulkan bukti serta saksi. Nanti didampingi pengacara. Tak perlu repot. Kita serahkan saja pada pengacara.”
    “Soal video itu?”
    “Itu bukti pendukung yang bisa mengurai peristiwa sesungguhnya dan bisa dijadikan dasar pembelaan Dewa. Kan ada saksi tukang becak seperti yang sudah sayangku ceritakan siapa pelaku penggembosan roda mobilmu.”
    “Pak Sumadi namanya.”
    “Nanti pengacara yang akan menemui, bila perlu diajak kemari. Bila sayangku mencemaskan Dewa, pengacaramu biar merangkap jadi pengacara Dewa.”
    Nyonya Ivana melakukan itu karena tidak ingin puterinya terseret lebih jauh perasaannya terhadap masalah Dewa. Apalagi belakangan puterinya menjadi sering pulang terlambat sekedar untuk bisa bertemu dengan Dewa. dan itu membuatnya setiap hari selalu kawatir.
    Setidaknya Lorna merasa lega bila Maminya mau ikut campur hingga mendatangi sekolahnya menyampaikan keinginannya untuk melaporkan Timmy ke polisi sebagai akibat perbuatan yang tidak menyenangkan dengan melakukan penggembosan roda mobil puterinya tempo hari.
    Bersama pengacara yang ditunjuk. Nyonya Ivana mendatangi sekolah puterinya. Dari hasil pembicaraan dengan pihak sekolah terdapat kesan bahwa skorsing yang dijatuhkan pada Dewa seperti pihak sekolah telah mendapatkan tekanan dari pihak keluarga Timmy yang ayahnya adalah seorang aparat keHasliman.
    Skorsing adalah solusi yang dijatuhkan pihak sekolah dalam mempertahankan Dewa dari tekanan keluarga Timmy yang lebih menghendaki agar Dewa dikeluarkan dari sekolah.
    “Kami tahu Dewa anak baik. Prestasi pelajarannya juga baik. Banyak prestasinya. Sangat berbakat. Kami sesungguhnya merasakan dia menjadi korban dari perbuatan murid lain yang sepertinya merasa iri terhadapnya.
    Tapi dengan apa yang telah dilakukan Dewa dengan main Haslim sendiri hingga membuat seseorang cidera tentu kami sulit melakukan pembelaan. Namun dengan bukti video yang sudah di tangan pengacara Lorna puteri Ibu, kita berharap bisa menjadi bahan pembelaan kepada Dewa.
    Seperti yang sudah kami ceritakan bagaimana situasi keluarga Dewa yang hanya tinggal dengan Ibunya yang sudah tua dengan pendapatan dari membatik serta Dewa sendiri yang melakukan pekerjaan serabutan disamping sebagai seorang pelukis, membuat kami para guru sangat prihatin. Meski sebenarnya kami para guru sedang mengupayakan beasiswa kepadanya, tetapi dengan peristiwa ini membuat upaya kami nampaknya menjadi sia-sia.”
    Penjelasan Guru Bimbingan dan Penyuluhan murid membuat Nyonya Ivana semakin mantap melaporkan perbuatan Timmy agar bisa memberi pengaruh pada kasus yang menimpa Dewa.
    Nyonya Ivana mencium hangat sudut bibir puterinya yang tengah menitikkan airmata. Lalu mengingsut airmata itu dengan ujung telunjuknya. Ditatapnya bola mata yang jernih berkilauan akibat airmnata yang membayang.
    “Mami tak akan membiarkan kecemasan menghantuimu setiap hari, my sweetheart. ”
    Lorna memeluk Maminya yang dibalas dengan erat.
    “I love you Mommy.”
    “Mami juga sangat mencintaimu, Honey!”
    “Lelaki itu baik sekali, Mommy.”
    “Mami tahu, Honey. Mami tahu. Guru-gurumu juga sudah cerita banyak. Itulah kenapa Mami tak keberatan kamu berteman dekat dengannya. Mami merasa dia bisa membantu menjagamu.”
    “Apa yang menimpanya dalam upaya menjaga Lorna, Mommy.”
    “Mami tahu, Honey. Mami tahu.”
    “Dia seperti kakak bagi Lorna, Mommy.”
    Nyonya Ivana tersenyum haru. Kembali membelai wajahnya. Mencium kening lalu mengecup bibirnya. Nyonya Ivana menyadari tak lagi bisa memberinya adik, dan tak ingin mengambil resiko untuk memungut anak agar puterinya memiliki seseorang yang bisa dianggapnya saudara. Keberadaan Dewa dalam hidup puterinya memberinya kelegaan. Karenanya tak segan mengupayakan keinginan puterinya agar teman dekatnya bisa terlepas dari belenggu permasalahan.
    Di tempat terpisah angin malam yang dingin membuat Dewa terpaksa mengenakan jaket. Beny yang duduk di depannya memandangnya dalam diam, dengan pikiran larut dalam pergolakan permasalahan yang melanda sahabatnya sejak masih sekolah dasar.
    “Teman-teman mau minta maaf atas sikap mereka terhadapmu selama ini.” kata Beny pelan.
    “Kenapa?”
    “Bukankah mereka telah mengucilkanmu?”
    “Mereka tak berniat seperti itu.”
    “Kupikir mereka lebih puas dengan sangsi yang kuterima dari sekolah.”
    “Mereka hanya kesal.”
    “Mereka telah menjatuhkan sangsi sosial terhadapku selama ini.”
    “Mereka kini baru tahu alasannya kenapa kamu membela kelasnya Lorna. Mereka keliru karena mereka tahu kalau kamu dan Lorna menjalin hubungan.”
    Dewa tertawa getir.
    “Kenapa mereka berkesimpulan seperti itu.”
    “Semua peristiwa yang kamu alami selalu berkaitan dengan Lorna. Sejak malam inagurasi, lalu keakrabanmu saat jam istirahat, masalah kendaraan Lorna, sampai peristiwa kemarin saat kamu dan Lorna dipergoki teman-teman sekelasnya berdua di Pizza Hut hingga  kamu meninju muka Ronal. Kini di sekolah kian gempar.”
    Dewa menahan nafas lalu menghelanya dengan panjang. Nadanya seperti melenguh.
    “Kalian pacaran?” tanya Beny ingin memastikan.
    Dewa tersenyun getir lagi.
    “Kamu seperti mereka...” jawab Dewa.
    “Ah, enggak! Kalau iya, ya tak ada yang salah. Itu hak kalian.”
    “Kedekatan Lorna denganku membuat banyak yang tak menyukaiku. Kamu tahu sendiri soal Lorna.”
    “Apa?”
    “Cantik!”
    Beny tertawa kecil.
    “Siapa yang tak menyukaimu?”
    “Banyak!”
    “Laki atau perempuan.”
    “Laki perempuan!”
    “Kenapa dengan yang perempuan?”
    “Cari jawaban sendiri.”
    Beny mengeluarkan bungkus rokoknya.
    “Bagaimana dengan Ndari?”
    Dewa memandangnya.
    “Kalau mau merokok, kita pindah ke teras.”
    “Enggak, cuma pegang saja. Ndari menyukaimu. Ada beberapa anak perempuan yang menyukaimu.”
    “Tahu dari mana?”
    “Aku sering ditanya, pacarmu yang mana?”   
    “Lalu?”
    “Aku tak menjawab. Mereka minta nomer hapemu. Aku jawab tak punya. Mereka tak percaya.”
    Lantas keduanya terdiam beberapa saat.
    “Kulihat Mami Lorna kemarin di sekolah.” kata Beny memberitahu.
    Dewa menatapnya tajam. Terbersit kecemasan di wajahnya bila masalah di parkiran Pizza Hut menyulitkan Lorna di sekolah.
    “Kamu tahu apa maksud mereka ke sekolah?”
    “Aku tak tanya. Kulihat Lorna dipanggil ke ruang guru saat Maminya berada di tempat itu.”
    “Ada urusan apa?”
    “Mana aku tahu?”
    “Apa karena masalah kutinju muka Ronal kemarin?”
    “Aku nggak tahu!” jawab Beny seraya mengedikkan bahu. “Coba kucari tahu besok.”
    “Jaga jarak dengan Lorna.” Dewa mengingatkan.
    Beny mengangguk-anggukkan kepala.
    “Besok teman-teman mau datang kemari. Mereka merasa bersalah saat mendengar kamu kena skorsing dan akan dikeluarkan dari sekolah.”
    “Jam berapa kemari?”
    “Mungkin sore. Besok kan malam minggu!”
    “Kasih tahu mereka, jangan sampai masalah ini ke telinga Ibu.”
    “Aku paham. Dan itu sudah kubilang pada mereka, karena iti mereka memintaku memastikan dulu dengan mengutusku kemari.”
    “Kamu bisa membantu meyakinkan mereka kalau kedekatanku dengan Lorna bukan seperti yang mereka pikirkan.”
    “Kurasa mereka tak yakin.”
    “Pokoknya kasih tahu. Aku tak ingin Lorna mengalami kesulitan karena semua ini. Dan itu akan membuatku semakin gila di tengah memikirkan kesulitan hidup seperti ini.” kata Dewa sengit.
    “Oke...oke...tak masalah!”
    “Bagiku masalah!”
    Malam itu Beny tidur di kamar Dewa.