007. Hati Nan Resah

Lorna tak terhibur, sekalipun pergi beramai-ramai makan bakso di stasiun Kotabaru. Rombongan mereka bertambah dua orang. Grace dan Dini. Gadis-gadis remaja itu berendeng santai menuju ke sederetan warung yang ada di depan bagian selatan stasiun.
    Saat di tujuan.
    “Grace?” tanya Ndari.
    “Campur!” jawab Grace
    “Dini?”
    “Bakso, somai!” jawab Dini.
    “Rahma?”
    “Campur nggak pakai mie!”
    “Lorna?”
    “Bakso dua biji!” jawab Lorna.
    “Aku yang traktir, Lorna!” pekik Ndari.
    “Aku yang punya perut!” Timpal Lorna membuat semuanya tertawa.
    “Bahasa Indonesiamu lancar banget!” kata Grace.
    “Memangnya kenapa?”
    “Ya, nggak kenapa-kenapa? Kamu kayak bule gitu!”
    “Bukan kayak, Grace! Memang bule!” sela Ndari.
    “Mommy ku Indonesia!” jawab Lorna kalem.
    “Maminya Jawa!” Ndari menambahkan.
    Lorna mengangkat jempol.
    “Matamu biru. Kulitmu putih. Rambutmu coklat kemerahan. Nggak ada cerminan Indonesia, apalagi Jawa.” kata Grace.
    “Udah...udah. Kok nadanya rasialis!” sela Ndari seraya menggigiti pentol baksonya. “Kalian belum cobain yang di Talun Es?” tanya Ndari lagi.
    “Beluuuum!” jawab yang lain serempak.
    “Pulang sekolah besok, kita kesana. Bagaimana?”
    “Setujuuu! Yarwe yarwe!” kata Grace.
    “Apa itu?” tanya Lorna.
    “Bayar dewe-dewe!”
    “O!”
    Hati Lorna masih risau. Kerisauan biasanya berpengaruh pada perasaan yang lain, seperti membuat tak berselera makan, atau enggan menanggapi segala sesuatu yang tidak bersangkut paut dengan penyebab kerisauannya. Karenanya, Lorna tak menghabiskan baksonya, biar pesan cuma dua biji, semua itu akibat pengaruh kerisauan. Rahma memperhatikannya. Pasti memikirkan Dewa.
    Saat ponsel Lorna berbunyi,  semua temannya segera diam menyimak. Tapi mereka lantas mengangkat kening, lantaran pembicaraan Lorna menggunakan bahasa Inggris.
    “Pasti nanti, nilai pelajaran Inggrisnya mutlak!” bisik Grace.
    “Apa dia mau contekin kita kalau ulangan?” tanya Dini.
    “Pastilah!” kata Rahma.
    “Sok tahu kamu!” kata Grace.
    “Lihat saja nanti!”
    “Sorry!” kata Lorna pada teman-temannya setelah bertelepon,  “Dari Mommy ku!”
    “Sekalipun dari cowok kamu, kita nggak ngurus!” sergah Grace.
    “Hei!”
    “Kupikir dari cowok kamu di Australia!” kata Dini.
    “Hei!”
    “Cowokmu pasti keren ya?”
    “Hei...hei...aku tak punya cowok!” potong Lorna dengan suara tegas dicecar komentar bertubi-tubi.
    Semua temannya terlolong.
    “Belum?” tanya Ndari bengong.
    Lorna diam, tak menjawab atau mengangguk.
    “Saingan berat!” ujar Grace.
    “No...no...aku bukan saingan kalian!” sergah Lorna.
    “Memang bukan saingan kamu, soalnya kamu cantik banget!”
    Lorna menggeleng-geleng berusaha menyakinkan dirinya tak memiliki maksud seperti itu.
    “Lorna tak mau bersaing dengan kalian...”
    “Pasti ada persaingan, soalnya kita satu arena!” kata Grace.
    Saat Lorna diam kesulitan menjelaskan. Semua temannya tertawa terbahak-bahak.
    “Kita bercanda kok, Na!” kata Rahma.
    “Guyon Na, guyon!” kata yang lain.
    “Gitu aja dimasukin ke hati!” ada yang menambahkan.
    Lorna lantas ikut tertawa. Tawanya manis. Lorna memang manis sekali. Mereka beruntung, karena di antara mereka ada bidadari bermata biru.
    “Belum-belum kalian sudah bikin stress!”
    “Soriiiiiii!” jawab temannya serempak.
    Tapi Lorna suka, sebab mereka cepat saling akrab.