018. Pertengkaran

Dibantu Beni. Dewa membawa sepedanya untuk dibelikan ban baru. Sepeda itu adalah bagian dari hidupnya. Sebagai peninggalan mendiang ayahnya. Sepeda itu membantunya dalam meringankan beban dalam menjalani hidup sehari-hari. Yang mengantarnya ke sekolah setiap hari selama bertahun-tahun. Yang mengantarkannya untuk segala urusan. Yang tak pernah mengeluh sekalipun seharian harus menempuh perjalanan berkilo-kilometer. Yang tak pernah lelah sekalipun harus memanggul beban dirinya dan beban-beban yang lain.
    Dewa terpaku memandang sepedanya yang tengah dipasang ban baru. Beni yang berdiri di sebelahnya juga bersikap sama.
    “Apa rencanamu?” tanya Beni.
    “Mendiamkan masalah itu untuk memancing pelakunya. Itu tadinya rencanaku.”
    “Karena itu kamu bertengkar dengan Ratih.”
    “Aku tak bertengkar. Aku hanya ingin penjelasan. Menyesalkan kalau memang dia yang menyebarkan.”
    “Kamu menyalahkan Ratih?”
    “Aku tak menyalahkan!” sergah Dewa. “ Sebenarnya salahku tak berpesan padanya agar diam saja.”
    “Kamu yakin Ratih yang menyebarkan?”
    “Hanya dia yang tahu situasiku di tempat parkir.”
    “Siapa tahu pelakunya yang sengaja menyebarkan.”
    Dewa menatap Beni. Ucapan Beni menyadarkannya bertindak gegabah menekan Ratih.
    “Setidaknya masalahmu jadi masalah sekolah.Tempat parkir akan dipagar dan dibuatkan pintu untuk alasan keamanan. Itu yang kudengar dari penjaga sekolah.”
    Dewa tersenyum sinis. Aku akan meminta maaf ke Ratih. Pikirnya
    Beni tertawa datar.
    “Kamu masih tak mau bergabung dalam pentas seni nanti?” tanyanya seraya mencoba sepeda Dewa yang sudah selesai diganti ban.
    Dewa tak menanggapi.
    “Kita tampilkan musik perkusi saja.” lanjut Beni. “Kudengar Ronal manggung dengan kelompok bandnya mewakili kelas mereka.”
    Beni merasa Dewa tak berniat membicarakan pentas seni. sepertinya Dewa benar-benar tak ingin terlibat di pentas seni meski banyak yang mendaulatnya. Hampir seisi sekolah paham akan kemampuannya di bidang seni. Tak diragukan lagi.  Namun yang tahu sikap yang diambil Dewa patut menyayangkan.
    Di saat kelasnya sibuk menyusun kelompok-kelompok yang akan disertakan dalan pentas seni, Dewa menolak ditunjuk sebagai ketua. Bukan hanya itu. Saat ada undangan penyusunan anggota kepanitiaan pentas seni Dewa juga menolak, meski di tahun pertama sekolah kehadirannya langsung berada di puncak unggulan anak yang memiliki bakat.
    Teman-temannya banyak yang menyayangkan bila dia tidak ikut, karena kelasnya akan kehilangan peluang menjadi favourit.
    Sepulang dari memperbaiki sepeda. Dewa langsung pergi ke rumah pak Sastro. Ada kegiatan rutin yang harus dijalani untuk berlatih keroncong dengan groupnya. Dewa masuk sebagai anggota.
    Dan Beni berkumpul dengan kelompoknya berlatih untuk persiapan pentas seni.